BAB II
PEMBAHASAN
PEMIKIRAN PEMBAHARUAN
PENDIDIKAN ISLAM MUHAMMAD ABDUH
A. Biografi Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir pada tahun 1848 M/ 1265 H disebuah desa
di Propinsi Gharbiyyah Mesir Hilir. Ayahnya bernama Muhammad Abduh ibn Hasan
Khairullah.Abduh lahir dilingkungan keluarga petani yang hidup sederhana, taat
dan cinta ilmu pengetahuan. Orang tuanya berasal dari kota Mahallaj Nashr.
Situasi politik yang tidak stabil menyebabkan orang tuanya berpindah-pindah,
dan kembali ke Mahallaj Nashr setelah situasi poltiki mengizinkan.
Masa pendidikannya dimulai dengan pelajatan dasar membaca dan
menulis yang didapatnya dari orang tuanya. Kemudian sebagai pelajaran lanjutan
ia belajar Qur’an pada seorang hafiz. Dalam masa waktu dua tahun ia telah
menjadi seorang yang hafal al-Qur’an Pendidikan selanjutnya ditempuhnya di
Thanta, sebuah lembaga pendidikan mesjid Ahmadi.
Ditempat ini ia mengikuti pelajaran yang
diberikan dengan rasa tidak puas, bahkan membawanya pada rasa putus asa untuk
mendapatkan ilmu. Ia tidak puas dengan metode pengajaran yang diterapkan yang
mementingkan hafalan tanpa pengertian bahkan ia berpikir lebih baik tidak
belajar dari pada menghabiskan waktu menghafal istilah-istilah nahu dan fiqih
yang tidak dipahaminya, sehingga ia kembali ke Mahallaj Nashr (kampungnya) dan
hidup sebagai petani serta melangsungkan pernikahan dalam usia 16 tahun.
Orang tuanya tidak menyetujui langkah yang diambilnya, dan
memerintahkan agar kembali ke Mesjid Ahmad di Thanta. Dengan terpakasa
diturutinya juga kemauan orang tuanya, namun ditengah perjalanan di justru
berbelok kea rah lain, yaitu sebuah desa tempat tinggal pamannya yaitu Syeikh
Darwsy Khadir (paman dari ayah Muhammad Abduh), Syekh Darwsy tahu sebab-sebah
keengganan Abduh untuk belajar di Thanta, maka ia selalu membujuk Muhammad
Abduh supaya membaca buku bersama-samanya.
Muhammad Abduh menceritakan sebagaimana yang dikutip oleh Harun
Nasution dari kitab ; Muzakirat al-Iman Muhammad Abduh, bahwa ia pada
saat itu benci melihat buku, dan buku yang diberikan Darwsy ia lempar
jauh-jauh. Buku itu dipungut lagi oleh Darwsy dan diberikan lagi pada Abduh,
Darwsy selalu sabar menghadapi Abduh, dan akhirnya M.Abduh mau juga membaca
buku tersebut beberapa baris. Setiap barisnya Darwisy memberikan
penjelasan luas tentang arti dan maksud yang dikandung kalimat tersebut.Akhinya
Muhammad Abduh berubah sikapnya terhadap buku dan ilmu pengetahuan. Dia mulai
paham dengan apa yang dibacanya, kemudian ia kembali ke Thanta yaitu pada
bulan oktober 1865 M/ 1286 H.
Muhammad Abduh melanjutkan pendidikan di Thanta, akan tetapi 6
bulan di Thanta ia meninggalkan Thanta dan menuju al-azhar yang diyakininya
al-Azhar adalah tempat mencari ilmu yang sesuai untuknya. Di al-Azhar, ia hanya
mendapatkan pelajara ilmu-ilmu agama saja, disinipun ia menemukan metode yang
sama dengan Thanta. Hal ini membuatnya kembali kecewa. Dalam salah satu
tulisannya ia melemparkan rasa kekecewaannya tersebut dengan menyatakan bahwa
metode pengajaran yang verbalis itu telah merusak akal dan daya nalarnya. Rasa
kecewa itulah agaknya yang menyebabkannya menekuni dunia mistik dan hidup
sebagai sufi Tahun 1871 Abduh bertemu dengan sayyid Jamaludin a.Afghani
yang dating ke Mesir pada tahun itu, Dari jamaluddin, ia mendapatkan ilmu
pengetahuan falsafat, ilmu kalam dan ilmu pasti, meskipun sebelumnya ia telah
mendapatkan ilmu tersebut di luar al-Azhar. Metode yang dipakai jamalludin yang
telah lama dicarinya selama ini, sehingga ia lebih puas menerima ilmu dari guru
barunya tersebut. Seperti ia ungkapkan bahwa Jamaluddin telah melepaskannya
dari kegoncangan kejiwaan yang dialaminya.
Metode pengajaran yang digunakn oleh Jamaluddin adalah metode
praktis (‘maliyyah) yang mengutamakan pemberian pengertian dengan cara diskusi.
Metode itulah tampaknya yang diterapkan Abduh setelah ia jadi pendidik. Selain
pengetahuan teoritis Jamaluddin juga mengajarkan pengetahuan praktis,
seperti berpidato, menulis artikel dan sebagainya. Sehingga dengan demikian,
membawanya tampil didepan public, juga secara langsung melihat situasi sosial
politik negaranya.
Meskipun dia aktif mencari ilmu di luar al-Azhar, di al-Azhar
sendiripun ia tidak melalaikan tugasnya sebagai mahasiswa sehinga ia meraih
gelar ‘alim pada tahun 1877,Tahun 1877-1882, ia di asingkan di Bairut, karena
ia terlibat politik,di pengasingan ini ia punya kegiatan sebagai guru dan
penulis.
Karirnya sebagai guru ia tempuhnya di tiga lembaga pendidikan
formal yaitu al-azhar, Dar al-Ulum dan perguruan bahasa Khedevi. Ia mengajarkan
berbagai mata pelajaran seperti teologi, sejarah, ilmu politik dan kesusastraan
Arab.
Tampaknya ada dua hal yang ditekankannya
dalam memberikan pengajaran, yaitu metode diskusi yang diwarisi dari gurunya
Jamaluddin dan semangat pembaharuan yang ditanamkannya dalam setiap mata
pelajaran. Tujan pengajaran yang demikian yang menjadi salah satu sebab
dicurigai oleh Khedevi, dianggap tidak mendukung kebijaksanaan pemerintahan dan
bekerjasama dengan inggris, sehingga ia tidak mengajar lagi di Dar al-Ulum dan
lembaga bahasa. Namun disisi lain karirnya menanjak, lebih-lebih setelah
diangkat menjadi pimpinan redaksi surat kabar al-waqai’ al-Mishriyyah yang
merupakan salah satu organ pemerintah. Jabatan ini membuat ia mudah melancarkan
kritikan terhadap pemerintahan dengan artikel-artikel yang dituliskannya, baik masalah
agama, sosial, politik dan kebudayaan. Media ini juga telah mengantarkannya
pada politik praktis sehingga ia dituduh terlibat dalam pemberontakan yang
dipimpin oleh ‘Urabi Pasya pada tahun 1882, sehingga ia diasingkan keluar
negeri. Namun ia tetap tidak tinggal diam bahkan sasarannya tidak hanya
masyarakat Mesir tapi dakwanya malah mendunia, sehingga ia bersama Jamaluddin
menerbitkan majalah dan membentuk gerakan yang disebut dengan al’Urwat
al-wusqa. Ide yang terkandung dalam gerakan tersebut tetap sama yaitu
membangkitkan semangat umat Islam untuk melawan kekuasaan barat. Namun gerakan
majalah tersebut tidak lama karena dilarang oleh pemerintah colonial. Pada
tahun 1834 ia kembali ke Beirut.
Kegiatan pembelajaran dilanjutkannya lagi setelah ada di Beirut
menterjemah kitab-kitab kedalam bahasa Arab juga ia lakukan. Sehingga di kota
ini ia menyelesaikan penulisan buku yang termasyur Risalat at-tauhid yang
ditulisnya semasa mengajar di Madrasah Sulthaniah, disamping beberapa buku
terjemahan yang lain . Tahun 1888 ia kembali ke Mesir setelah selesai masa
pengasingan.
Pembaharuan yang kedua yang dilakukannya sebagai mufti di tahun
1899 menggantikan Syekh Hasanuddin al-Nadawi.Usaha yang
pertama yang dilakukannya disini adalah memperbaiki pandangan masyarakat bahkan
pandangan mufti sendiri tentang kedudukan mereka sebagai hakim.Mufti-mufti
sebelumnya berpandangan, bahwa sebagai mufti betugas sebagai penasehat hukum
bagi kepentingan Negara.Diluar itu seakan meraka melepaskan diri dari orang
yang mencari kepastian hukum.Mufti baginya bukan hanya berkhidmat pada Negara,
tetapi juga pada masyarakat luas.Dengan demikian kehadiran Muhammad Abduh tidak
hanya dibutuhkan oleh Negara tapi juga oleh masyarakat luas.
Bisa dikatakan pembaharuan yang ketiga yang dilakukannya ialah
dibuktikan dengan didirikannya organisasi sosial yang bernama al-Jami’at
al-Khairiyyah al-Isskamiyyah pada tahun 1892.Organisasi ini bertujuan untuk
menyantuni fakir miskin dan anak yang tidak mampu dibiayai oleh orang tuanya.
Wakaf merupakan salah satu institusi yang tidak luput dari perhatiannya,
sehingga ia membentuk majlis administrasi wakaf sehingga ia berhasil
memperbaiki perangkat mesjid.
Dalam kenyataan tidak semua ide dan pemikiran pembaharuan yang
dibawanya dapat diterima oleh penguasa dan pihak al-Azhar.Penghalang yang utama
yang dihadapinya adalah para ulama yang berpikiran statis beserta masyarakat
awam yang mereka pengaruhi.Khedewi sendiripun akhirnya tidak setuju dengan
pembaharuan fisik yang dibawa Muhammad Abduh terutama tentang institusi wakaf
yang menyangkut masalah keuangan.
Dalam hal banyak rintangan tersebut Abduh jatuh sakit dan
meninggal pada 8 Jumadil awal 1323 H/ 11 Juli 1905, jenazah Muhammad Abduh
dikebumikan di Kairo (Pemakaman Negara). Dari uraian-uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi pemikiran Muhammad Abduh adalah
-Faktor sosial, berupa sikap hidup yang dibentuk oleh keluarga dan gurunya terutama Syekh Darwisy dan Sayyid Jamaludin al-Afghani, disamping itu lingkungan sekolah di Thanta dan Mesir tempat ia menemukan sistem pendidikan yang tidak efektif, serta dengan keagamaan yang statis dan fikiran-fikiran yang fatalistic.
-Faktor kebudayaan, berupa ilmu yang diperolehnya selama belajar disekolah-sekolah formal dari Jamaludin al-Afghani, serta pengalaman yang ditimbanya dari barat.
-Faktor politik yang bersumber dari situasi politik dimasanya, sejak dilingkungan keluarganya di Mukallaf Nashr.
-Faktor sosial, berupa sikap hidup yang dibentuk oleh keluarga dan gurunya terutama Syekh Darwisy dan Sayyid Jamaludin al-Afghani, disamping itu lingkungan sekolah di Thanta dan Mesir tempat ia menemukan sistem pendidikan yang tidak efektif, serta dengan keagamaan yang statis dan fikiran-fikiran yang fatalistic.
-Faktor kebudayaan, berupa ilmu yang diperolehnya selama belajar disekolah-sekolah formal dari Jamaludin al-Afghani, serta pengalaman yang ditimbanya dari barat.
-Faktor politik yang bersumber dari situasi politik dimasanya, sejak dilingkungan keluarganya di Mukallaf Nashr.
Ketika faktor tersebut yang melatar belakangi lahirnya pemikiran
Muhammad Abduh dalam berbagai bidang, teologi, syari’ah, pendidikan, sosial
politik dan sebagainya.Pemikiran yang berkaitan dengan teologi difokuskan pada
perbuatan manusia (af’al –‘ibad) qada dan qadar serta sifat-sifat Tuhan.
Perbuatan manusia bertolak dari satu dedukasi bahwa manusia adalah
makhluk yang bebas memilih perbuatan.Menurut Muhammad Abduh ada tiga unsur yang
mendukung suatu perbuatan yaitu akal, kemauan dan daya.Ketiganya merupakan
ciptaan Tuhan bagi manusia yang dapat dipergunakan dengan bebas.
Qada dan qadar menurut Abduh adalah salah satu pokok aqidah dalam
agama, yang harus diberi pengertian yang benar, karena aqidah bertempat dihati
(Qalbiyyah).Ia akan terpantul dalam sikap dan perbuatan. Dari itulah aqidah
qada dan qadar yang benar bisa memantulkan sikap hidup yang dinamis,
sedangkan aqidah yang menyimpang akan menimbulkan sikap tidak menguntungkan,
fatalistis, bahkan pemahaman yang salah terhadap ajaran-ajaran agama yang lain.
Keyakinan terhadap qada dan qadar yang menyimpang kata Abduh telah membawa
kehancuran dalam sejarah umat islam, sama halnya dengan aqidah yang benar telah
mengantarkan umat Islam pada masa-masa kejayaan.
Untuk mengimbangi serangan Kristen atas Islam, Muhammad Abduh
berusaha mencoba mendefinisikan kembali (redefinisi) ajaran Islam yang berbeda
dengan Kristen.Upayanya ini merupakan kebenaran bukti penggunaan pendekatan
apologetiknya. Menurut Yvonne Haddad, Muhammad Abduh telah berhasil
mengungkapkan delapan keunggulan Islam atas Kristen yaitu :
1. Islam menegaskan bahwa menyakini keesaan Allah
dan membenarkan risalah Muhammad merupakan kebenaran inti ajaran Islam.
2. Kaum Muslim sepakat bahwa akal dan wahyu
berjalan tidak saling bertentangan, karena keduanya berasal dari sumber yang
sama.
3. Islam sangat terbuka atas berbagai
interprestasi. Oleh karena itu, Islam tidak membenarkan adanya saling
mengafirkan di antara kaum muslim.
4. Islam tidak membenarkan seseorang menyerukan
risalah Islam kepada orang lain, kecuali dengan bukti.
5. Islam diperintahkan untuk menumbangkan
otoritas agama,karena satu-satunya hubungan sejati adalah hubungan manusia
dengan tuhannya secara langsung.
6. Islam melindungi dakwah dan risalah, dan
menghentikan perpecahan dan fitnah.
7. Islam adalah agama kasih sayang, persahabatan, dan
mawaddah kepada orang yang berbeda doktrinnya.
8. Islam memadukan antara kesejahteraan dunia dan
akhirat.
Banyak penulis berpendapat bahwa Muhammad abduh cenderung
mu’tazilah. Sedangkan syari’ah yang ditekan Abduh adalah pada persoalan ijtihad,
yaitu corak usaha yang ditempuh dalam memahami Syari’ah untuk memahami
kepastian hukum. Pemikiran Muhammad Abduh dalam masalah ini ada dua hal yaitu
pandangan ijtihat dan mazhab fiqih serta ijtihabnya Muhammad Abduh.
B.
Metode Muhammad Abduh dalam pembaharuan
Dalam melakukan perbaikan Muhammad Abduh memandang bahwa
suatu perbaikan tidaklah selamanya datang melalui revolusi atau cara serupa.
Seperti halnya perubahan sesuatu secara cepat dan drastis. Akan tetapi juga
dilakukan melalui perbaikan metode pemikiran pada umat islam. Melalui
pendidikan, pembelajaran,dan perbaikan akhlaq.Juga dengan pembentukan
masyarakat yang berbudaya dan berfikir yang bisa melakukan pembaharuan dalam
agamanya. Sehingga dengannya akan tercipta rasa aman dan keteguhan dalam menjalankan
agama islam. Muhammad Abduh menilai bahwa cara ini akan membutuhkan waktu lebih
panjang dan lebih rumit. Akan tetapi memberikan dampak perbaikan yang lebih
besar dibanding melalui politik dan perubahan secara besar-besaran dalam
mewujudkan suatu kebangkitan dan kemajuan.Sebagaimana telah didefinisikan bahwa
pembaharuan (tajdid) adalah kebangkitan dan penghidupan kembali dalam bidang
keilmuan Islam dan aplikasi sebagaimana pada zaman Rasullullah dan para
sahabat.Yang selama ini sempat hilang, terlupakan, bahkan terhapus dari tubuh
umat Islam.
Sebagaimana telah diungkapkan oleh Muhammad
Abduh bahwa metodenya dalam perbaikan adalah jalan tengah. Dalam hal ini beliau
membagi umat Islam kepada 2 bagian yaitu:
1. Mereka
yang condong kepada ilmu-ilmu agama dan apa yang berhubungan dengan itu semua.
Mereka itu yang biasa disebut al-muqallid.
2.
Mereka yang condong pada ilmu-ilmu dunia. Yang silau dan kagum akan barat serta
berbagai disiplin ilmu yang dimiliki,dan kemajuannya dalam bidang materi.
Metode
dalam pembaharuan yang digunakan oleh Muhammad Abduh adalah mengambil jalan
tengah antara kedua kelompok diatas. Menyeimbangkan antara kedua jalan
tersebut.Yaitu antara kelompok yang berpegang teguh pada kejumudan taqlid dan
mereka yang berlebihan dalam mengikuti barat baik itu pada budaya dan disiplin
ilmu yang mereka miliki. Sebagaimana yang diungkapan oleh Muhammad Abduh dalam
metode pembaharuannya: “sesengguhnya aku menyeru kepada kebebasan berfikir dari
ikatan belenggu taqlid dan memahami agama sebagaimana salaful ummat terdahulu”.
Yang dimaksud dengan salaful umat di sini adalah kembali kepada sumber-sumber
yang asli yaitu al-qur’an dan al-hadist sebagaimana yang dipraktikkan oleh para
salafus shaleh terdahulu.
C.
Agenda Pembaharuan Muhammad Abduh
1. Purifikasi
Purifikasi atau pemurnian ajaran islam
telah mendapat tekanan serius dari Muhammad Abduh berkaitan dengan munculnya
bid’ah dan khurafah yang masuk dalam kehidupan beragama kaum muslimin.
2. Reformasi
Dengan agenda reformasinya, Muhammad
Abduh berambisi untuk melenyapkan sistem dualisme dalam pendidikan di Mesir.Dia
menawarkan kepada sekolah modern agar menaruh perhatian pada aspek agama dan
moral. Dengan mengandalkan aspek intelektual saja sekolah
modern hanya akan melahirkan pendidikan yang merosot moralnya. Sedangkan kepada
sekolah agama, seperti Al-Azhar, Muhammad Abduh menyarankan agar dirombak
menjadi lembaga pendidikan yang mengikuti sistem pendidikan modern. Sebagai
pionirnya, ia telah memperkenalkan ilmu-ilmu Barat kepada Al-Azhar, disamping
tetap menghidupkan ilmu-ilmu Islam klasik yang orisinil, seperti Muqodimah
karya Ibnu Khaldun.
Reformasi pendidikan tinggi Islam difokuskan Muhammad Abduh pada
Universitas almamaternya, Al-Azhar.Muhammad Abduh menyatakan bahwa kewajiban
belajar itu tidak hanya mempelajari buku-buku kelasik berbahasa Arab yang
berisi dogma ilmu kalam untuk membela Islam.Akan tetapi kewajiban belajar juga
terletak pada mempelajari sains-sains modern, serta sejarah dan agama Eropa,
agar diketahui sebab-sebab kemajuan yang telah mereka capai.Usaha awal
reformasi Muhammad Abduh adalah memperjuangkan matakuliah filsafat agar
diajarkan di Al-Azhar.Dengan belajar filsafat, semangat intlektualisme Islam
yang padam diharapkan hidup kembali.
3. Pembelaan Islam
Muhammad Abduh lewat Risalah
Al-Tauhidny tetap mempertahankan potret diri Islam. Hasratnya untuk
menghilangkan unsur-unsur asing merupakan bukti ia tetap yakin dengan
kemandirian Islam. Muhammad Abduh berusaha mempertahankan potret Islam dengan
dengan menegaskan bahwa jika pikiran dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Hasil
yang dicapainya otomatis akan selaras dengan kebenaran Illahi yang dipelajari
melalui agama.
4. Reformulasi
Agenda reformulasi tersebut dilaksanakan Muhammad Abduh dengan cara
membuka kembali pintu ijtihad. Menurutnya,
kemunduran kaum muslim disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan ekternal.
Muhammad Abduh dengan reformulasinya menegaskan bahwa Islam telah membangkitkan
akal pikiran manusia dari tidur panjangnya.
Pembaruan
pendidikan Muhammad Abduh tampaknya lebih dilatar belakangi oleh faktor situasi
sosial keagamaan dan situasi pendidikan itu sendiri yang ada pada saat
itu.Situasi sosial keagamaan dalam hal ini adalah sikap yang umumnya diambil
oleh umat Islam di Mesir dalam memahami dan meaksanakan ajaran agama dalam
kehidupan mereka sehari-hari.Krisis yang menimpa umat Islam saat itu bukan
hanya dalam bidang aqidah dan Syariah, tetapi juga akhlak, moral.Hal itu
terlihat dalam penekanan terhadap hak-hak wanita, penguasaan terhadap martabat
dan harga diri mereka yang ditinggikan oleh Islam.Keizinan yang diberikan
Syari’ah untuk beristri lebih dari satu ditafsirkan dengan mengenyampingkan
syarat-syarat bagi terbuka izin tersebut.Poligamipun menjadi sumber kemelaratan
wanita dan anak-anak.Perkawinan seakan menjadi sebuah institusi yang mengikat
mereka dalam derita dan kesengsaraan.
D. Pemikiran Muhammad Abduh di Bidang Pendidikan
1. Perlawanan terhadap taqlid dan
kemadzahaban
2. Perlawanan terhadap buku-buku yang
tendensius, untuk diperbaiki dan disesuaikan dengan pemikiran rasional dan
historis.
3. Reformasi Al-Azhar yang merupakan
jantung umat Islam, jika ia rusak maka rusaklah umat dan jika baik maka baiklah
umat.
4. Menghidupkan kembali buku-buku lama
untuk mengenal intelektualisme Islam yang ada dalam sejarah ummatnya, serta
mengikuti pendapat-pendapat yang benar disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Menurut Muhammad Abduh terpecahnya ummat Islam menjadi beberapa golongan
disebabkan oleh kelemahan mereka sebagai satu ummat yang kuat, dan itu terjadi
karena adanya fanatisme terhadap suatu madzhab. Banyaknya aliran madzhab
pemikiran atau keyakinan, sebenarnya, bukanlah bahaya yang menghancurkan satu
ummat, tapi yang bahaya adalah berhukum dan tunduk kepada aliran tersebut,
sehingga pengikutnya tidak berani mengemukakan kritik atau pendapat lain.
Ketika itu satu jamaah akan menjadi beberapa jamaah, suku dan golongan yang
terpisah-pisah yang tidak memiliki satu arah dan tujuan, pemisah itulah
fanatisme buta.
E.
Konsep Pendidikan Muhamad Abduh
Pembaharuan
dalam bidang pendidikan yang juga menjadi prioritas utama Muhamad Ali,
berorientasi pada pendidikan barat. Ia mendirikan berbagai macam sekolah yang
meniru sistem pendidikan dan pengajaran barat, dari pembaharuan dalam bidang
pendidikan tersebut mewariskan dua tipe pendidikan pada abad ke 20. Tipe
pertama sekolah tradisional.Tipe kedua, sekolah-sekolah modern yang didirikan
oleh pemerintah mesir oleh para misionaris asing. Kedua tipe lembaga pendidikan
tidak mempunyai hubungan sama sekali masing-masing berdiri sendiri.
Adanya
dua tipe pendidikan tersebut juga berdampak kepada munculnya dua kelas sosial
dengan motivasi yang berbeda. Tipe yang pertama melahirkn para ulama dam tokoh
masyarakat yang mempertahankan tardisi, sedangkan tipe sekolah kedua melahirkan
kelas elit generasi muda yang mendewakan dan menerima perkembangan dari barat
tanpa melakukan filterisasi.
Muhamad Abduh malihat
terdapat segi-segi negatif dari kedua bentuk pemikiran seehingga ia mengkritik
kedua corak lembaga ini. Oleh karena itu ia memandang bahwa jika pola fikir
yang pertama tetap di pertahankan maka akan mengakibatkan umat Islam tertinggal
jauh dan semakin terdesak oleh arus kehidupan modern. semetara pola fikir yang
kedua, Muhamad Abduh melihat bahwa pemikiran modern yang mereka serap dari
barat tampa nilai “religius” merupakan bahaya ynag mengancam sendi agama dan
moral.
Dari
sinilah Muhamad Abduh melihat perlunya mengadakan perbaikan terhadap kedua
institusi itu sehingga dua pola pandidikan tersebut dan saling menopang demi
untuk mencapai suatu kemajuan serta upaya untuk mempersempit jurang pemisah
antara dua lembaga pendidikan yang kelak akan melahirkan para generasi penerus.
F.
Inti Pemikiran Muhammad Abduh
1. Membebaskan pikiran dari ikatan taqlid dan memahami
agama seperti kaum salaf sebelum timbulnya pertentangan-pertentangan dan
kembali dalam mencari pengetahuan agama kepada sumbernya yang pertama dan
mempertimbangkan dalam lingkungan timbangan akal yang diberikan Allah SWT untuk
mencari keseimbangan dan mengurangi kecampuradukan dan kesalahan. Dengan cara
ini orang dianggap sebagai sahabat ilmu yang bergerak untuk meneliti
rahasia-rahasia alam, mengajak menghormati kebenaran dan untuk berpegang kepada
pendidikan jiwa dan perbaikan amal.
2. Memperbaiki bahasa arab dan susunan kata, baik
dalam percakapan resmi atau dalam surat menyurat antar manusia.
3. Pembaharuan di bidang politik, ini dilakukannya di
Majlis Syura sejak ia dipilih menjadi anggota majelis itu.
Kita melihat di sini
agenda pembaharuan dibidang bahasa, politik, dan akidah dan tunutunan umum.Dan
dalam semua sisi itu, Abduh mengemukakan kritik yang membangun.Sedangkan inti
seluruhnya adalah pendidikan Islam.Ia melihat bahwa rusaknya masyarakat Islam
karena salahnya pendidikan.
G.
Peran Penting Muhammad Abduh Dalam Pendidikan:
1. Menerjemahkan buku pendidikan ke
dalam bahasa Arab
2. Menjadi anggota Majelis Urusan
Al-Azhar
3. Anggota Majelis Tinggi Pendidikan
4. Penggerak Al-jami’ah al-Khariyah
al-Islamiyah(Himpunan sosial Islam).
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Muhammad Abduh adalah seorang pelopor reformasi dan pembaharuan dalam
pemikiran Islam. Ide-idenya yang cemerlang, meninggalkan dampak yang besar
dalam tubuh pemikiran umat Islam.Beliaulah pendiri sekaligus peletak
dasar-dasar sekolah pemikiran pada zaman modern juga menyebarkannya kepada
manusia. Ide-ide yang dibawa oleh Syeikh Muhammad Abduh telah mengubah
pandangan umat Islam terhadap Islam yang sering taqlid dengan sebagian sarjana
Muslim yang jumud dan pasif. Syeikh Muhammad Abduh berjasa dalam memberi
gambaran yang jelas tentang keperluan umat Islam kepada pembaharuan, khususnya
dalam bidang pendidikan. Ide-ide yang dibawa oleh Syeikh Muhammad Abduh telah
mengubah pandangan umat Islam terhadap Islam yang sering taqlid dengan sebagian
sarjana Muslim yang jumud dan pasif. Syeikh Muhammad Abduh berjasa dalam
memberi gambaran yang jelas tentang keperluan umat Islam kepada pembaharuan,
khususnya dalam bidang pendidikan
.
B.
SARAN
Penulis menyadari bahwa makalan ini jauh dari kesempurnaan.Olehnya itu,
masukan dari teman peserta seminar terutama kepada Dosen Pemandu, sangat
diharapkan demi perbaikan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam
Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang. 1975.
Ø
http://ms.wikipedia.org/wiki/Syeikh_Muhammad_Abduh#Faktor_melakukan_pengislahan
dalam_sistem_pendidikan
Ø
Nizar, Samsul. Sejarah Pendidikan
Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rsullullah Sampai Indonesia,
Jakarta: Kencana, 2009
Ø
Asmuni, Yusran. Pengantar Studi
Pemikiran Dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada,1996
Tidak ada komentar:
Posting Komentar