SEJARAH
PENDIDIKAN ISLAM DIMINANGKABAU
Menurut sebagian ahli sejarah, Islam
masuk ke Minangkabau kira-kira tahun 1250 M. Maka pada tahun itu pulalah
mulainya sejarah pendidikan Islam berdiri, sebagian ahli sejarah berpendapat
bahwa agama Islam tersiar di Mingkabau di bawa oleh Syekh Burhanuddin, dan sebagian
berpendapat bahwa Islam masuk ke Minangkabau sebelum lahirnya Syekh
Burhanuddin, dan pendapat ini juga mengemukakan bahwa Syekh Burhanuddin ulama
mula-mula mendirikan madrasah atau surau untuk menyiarkan pendidikan dan pengajaran
slam menurut system yang teratur, yang sama dengan sistem Syekh Abu Ra’uf guru
di Aceh, bukan sebagai pembawa Islam yang pertama ke Minangkabau.Karena pada
abad ke 15 Malaka sangat maju dan agama Islam mulai berkembang dengan amat
pesatnya, oleh karena itu banyak orang-orang minangkabau pergi merantau ke Malaka
lalu memeluk agama Islam.Sebagaian mereka menetap dan sebagiannya pulang ke
Minangkabau kemudian membawa agama Islam ke negerinya. Selain ke Malaka
penduduk minangkabau juga merantau kesebelah utara, natal, singkil, tapak tuan
dan sampai ke Aceh. Oleh karena itu pengajaran agama Islam tersebar di
Minangkabau.Membicarakan wacana kelembagaan pendidikan islam, di Indonesia khususnya
di minangkabau-pada masa awal, merupakan persoalan yang sangat menarik untuk
dikaji lebih dalam. Hal ini setidaknya disebabkan empat faktor,
yaitu:
Pertama: lembaga pendidikan merupakan sarana yang
strategis bagi proses terjadinya transformasi nilai budaya pada suatu
komunitas sosial. Dalam lintas sejarah, kehadiran lembaga pendidikan islam
telah memberikan andil yang sangat besar bagi pengembangan ajaran yang
terdapat dalam Al-quran dan Hadits.
Kedua: pelacakan eksistensi lembaga pendidikan islam
tidak bisa dilepaskan dari proses masuknya islam di minangkabau yang
bernuansa mistis (tharekat), dan mengalami akulturasi dengan budaya lokal
(adat).
Ketiga: kemunculan lembaga pendidikan islam dalam sebuah komunitas tidak mengalami ruang hampa, akan tetapi senantiasa dinamis baik dari fungsi maupun sistem pembelajarannya.
Keempat: kehadiran lembaga pendidikan islam telah memberikan spectrum tersendiri dalam membuka wawasan dan dinamika intelektual islam.
Ketiga: kemunculan lembaga pendidikan islam dalam sebuah komunitas tidak mengalami ruang hampa, akan tetapi senantiasa dinamis baik dari fungsi maupun sistem pembelajarannya.
Keempat: kehadiran lembaga pendidikan islam telah memberikan spectrum tersendiri dalam membuka wawasan dan dinamika intelektual islam.
A. Sejarah Awal
Pertumbuhan Surau
Kata-kata surau dalam pengertian
etimologi berasal dari Bahasa Sanskerta yang berasal dari kata-kata “Suro”,
diartikan sebagai “tempat penyembahan”. Berdasarkan pengertian asalnya ini
dapat disimpulkan bahwa pengertian surau pada awalnya adalah: “Bangunan kecil
tempat untuk penyembahan arwah nenek moyang”. Hal ini mencerminkan suatu
kondisi bahwa pada awalnya masyarakat minangkabau memiliki kepercayaan terhadap
arwah nenek moyang. Di samping itu pengaruh Hindu dan Budha juga pernah
memasuki minangkabau.
Fungsi surau berdasarkan pengertian
di atas berjalan cukup lama, bahkan diperkirakan sampai islam masuk ke daerah
ini. 8 Masa perkembangan berikutnya, yaitu ketika surau di minangkabau memasuki
tahap Islamisasi.
Terminologi surau kemudian mengalami
perluasan makna menjadi salah satu tempat peribadatan bagi umat islam sekaligus
menjadi salah satu institusi pendidikan Agama islam bagi masyarakat
Minangkabau. Aktivitas ibadah dan pendidikan islam muncul di surau untuk
pertama kalinya ketika Syekh Burhanuddin mengajarkan dan mengembangkan Islam di
Surau Ulakan Pariaman.
Dalam struktur masyarakat
minangkabau yang menganut system matrilineal telah mengkristal adat
bahwa laki-laki yang telah baligh pada malam hari hidup terpisah dari rumahnya.
Oleh karena itu, sebelum islam masuk ke minangkabau, telah ada semacam surau
yang di pergunakan sebagai tempat berkumpulnya laki-laki lajang yang sudah
baligh.
Tatkala islam masuk, kehadiran surau
pertama kali diperkenalkan oleh syekh Burhanuddin sebagai tempat melaksanakan
shalat dan pendidikan tharekat (suluk), dengan cepat bias tersosialisasi secara
baik dalam kehidupan masyarakat minangkabau. Posisi surau kemudian mengalami
perkembangan.Selain fungsinya diatas, surau juga menjadi tempat berkumpulnya
anak laki-laki yang telah baligh dan persinggahan bagi para perantau.
Dalam perkembangannya eksistensi
surau merupakan lembaga yang sangat strategis bagi penyiaran agama islam.
Bahkan banyak informasi yang diperoleh para pemuda minangkabau melalui
interaksi mereka dengan para perantau yang singgah di surau. Disini terlihat
bagaimana sesunggauhnya surau era awal, telah berperan multi fungsional.
Baik dalam wacana keilmuan maupun keagamaan.
B.
Surau
sebagai lembaga pendidikan islam di minangkabau
Munculnya surau yang pertama di
minangkabau adalah di ulakan pariaman oleh syekh Burhanuddin, merupakan
meminjam istilah Martin Van Bruinessen ” tradisi agung“ lembaga keagamaan
Indonesia. Pada masa ini eksistensi surau disamping tempat sholat digunakan
syekh Burhanuddin sebagai tempat mengajarkan ajaran islam, khususnya tharekat
(suluk).
Eksistensi surau ulakan sebagai
lembaga pendidikan islam masa awal, telah banyak berperan dalam penyiaran agama
islam. Lembaga ini telah memberikan andil bagi lahirnya sosok ulama minangkabau
era selanjutnya.Mereka kemudian ada yang menuntut ilmu di mekkah untuk beberapa
waktu lamanya. Setelah kembali, mereka juga ikut mendirikan surau-surau
ditempat asal mereka sebagai sarana pengembangan ajaran islam dan praktik
tharekat. Diantara ulama besar minangkabau yang pernah belajar di surau ulakan
adalah tuanku mansiang nan tuo yang mendirikan surau paninjauan dan tuanku nan
kacik yang mendirikan surau di koto gedang. Kemudian ulama minangkabau ini
melalaui surau-surau yang didirikannya, menyebarkan ajaran islam yang
menghasilkan ulama-ulama islam minangkabau yang baru, seperti tuanku nan tuo di
koto tuo. Dari sini kemudian surau berkembang dengan pesat diwilayah
minangkabau.
C.
System
pendidikan surau
Sebagai lembagai pendidikan islam
tradisional, surau menggunakan system pendidikan halaqoh. Materi pendidikan
yang diajarkan pada awalnya masih diseputar belajar huruf hijaiyah dan membaca
al-quran, disamping ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti keimanan, akhlak, dan
ibadah. Pada umumnya pendidikan ini hanya dilaksanakan pada malam hari secara
bertahap.
D.
Sekilas
Tokoh Syekh BURHANUDDIN
Syekh Burhanuddin dilahirkan di
Sintuk Pariaman pada tahun 1066 H = (1646 M) dan wafat 1111 H (1691 M). Menurut
riwayatnya, Syekh Burhanuddin belajar ilmu agama di Aceh (Kotaraja) pada Syekh
Abdur-Rauf bin Ali berasal dari Singkil. Beliau belajar dengan rajin, sehingga
menjadi seorang ulama besar.Kemudian beliau kembali pulang ke Pariaman
menyiarkan ilmu agama Islam.Mula-mula di kampung tempat lahirnya di Sintuk,
kemudian pindah ke Ulakan.Di Ulakan beliau mengajarkan ilmu agama Islam dan
membuka madrasah (surau) tempat pendidikan dan pengajaran Islam.
Di sinilah barangkali surau pertama
yang mula-mula didirikan di Minangkabau. Di samping mendidik dan mengajar orang
banyak, beliau mendidik bebrapa orang pemuda yang akan menggantikanya bila ia
pulang ke rahmatullah
Beberapa tahun lamanya beliau
menunaikan tugasnya memberikan pendidikan dan pengajaran Islam, maka pada tahun
1111 H = (1691 M) beliau meninggal dunia dalam usia kurang lebih 45 tahun. Dan
dikuburkan di Ulakan, tempat beliau mengajar itu. Kemudian berturut-turut
digantikan oleh murid-muridnya yang meninggal pula di sana ada yang di kuburkan
dekat kuburan gurunya.
KESIMPULAN
Dalam sejarah pendidikan islam di minangkabau, kehadiran
surau dengan cepat mampu tersosialisasikan dalam tatanan kemasyarakatan. Hal
ini disebabkan karena adat matrilineal yang dianut oleh masyarakat minangkabau
telah ikut mengafektifkan fungsi surau sebagai tempat penyiaran agama islam.
Keberadaan surau sebagai lembaga pendidikan agama dan tharekat, telah memberikan
andil yang sangat besar bagi penyebaran islam di seluruh pelosok negeri.
Meskipun dalam bentuk system pendidikan yang sangat sederhana, akan tetapi
cukup sistematis dan efektif, baik dalam penyebaran agama islam maupun dalam
memebentuk kepribadian umat sesuai dengan ajaran islam.
Terlepas dari berbagai kelemahannya, eksistensi surau telah
mampu menghasilkan sejumlah ulama minangkabau yang memiliki komitmen terhadap
islam dan menumbuhkan rasa nasionalisme umat islam. Hal ini bisa terlihat dari
sikap keras mereka baik terhadap kaum adat yang mempraktikan islam sinkretis
maupun terhadap intervensi colonial belanda. Melalui instistusi surau, para
ulama menyusun berbagai strategi, baik dalam memecahkan persoalan umat, menata
kehidupan bermasyarakat, maupun melepaskan diri dari cengkraman kaum penjajah.
DAFTAR PUSTAKA
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia, Jakarta : Mutiara Sumber Widya, 1962.
Nizar, Syamsul, Sejarah dan
Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, Ciputat : Quantum Teaching, 2005.
Nizar, Syamsul, Memperbincangkan
Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Islam, Jakarta : Kencana,
2008.
Burhanuddin, Jajat, Dina, Afrianty, Mencetak
Muslim Modern Peta Pendidikan Islam Indonesia, Jakarta : Rajawali, 2006.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar