Kamis, 06 Juni 2013

Sejarah Pendidikan Islam



SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DIMINANGKABAU

Menurut sebagian ahli sejarah, Islam masuk ke Minangkabau kira-kira tahun 1250 M. Maka pada tahun itu pulalah mulainya sejarah pendidikan Islam berdiri, sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa agama Islam tersiar di Mingkabau di bawa oleh Syekh Burhanuddin, dan sebagian berpendapat bahwa Islam masuk ke Minangkabau sebelum lahirnya Syekh Burhanuddin, dan pendapat ini juga mengemukakan bahwa Syekh Burhanuddin ulama mula-mula mendirikan madrasah atau surau untuk menyiarkan pendidikan dan pengajaran slam menurut system yang teratur, yang sama dengan sistem Syekh Abu Ra’uf guru di Aceh, bukan sebagai pembawa Islam yang pertama ke Minangkabau.Karena pada abad ke 15 Malaka sangat maju dan agama Islam mulai berkembang dengan amat pesatnya, oleh karena itu banyak orang-orang minangkabau pergi merantau ke Malaka lalu memeluk agama Islam.Sebagaian mereka menetap dan sebagiannya pulang ke Minangkabau kemudian membawa agama Islam ke negerinya. Selain ke Malaka penduduk minangkabau juga merantau kesebelah utara, natal, singkil, tapak tuan dan sampai ke Aceh. Oleh karena itu pengajaran agama Islam tersebar di Minangkabau.Membicarakan wacana kelembagaan pendidikan islam, di Indonesia khususnya di minangkabau-pada masa awal, merupakan persoalan yang sangat menarik untuk dikaji lebih dalam. Hal ini setidaknya disebabkan empat faktor, yaitu:
Pertama: lembaga pendidikan merupakan sarana yang strategis bagi proses terjadinya transformasi nilai budaya pada suatu komunitas sosial. Dalam lintas sejarah, kehadiran lembaga pendidikan islam telah memberikan andil yang sangat besar bagi pengembangan ajaran yang terdapat dalam Al-quran dan Hadits.
Kedua: pelacakan eksistensi lembaga pendidikan islam tidak bisa dilepaskan dari proses masuknya islam di minangkabau yang bernuansa mistis (tharekat), dan mengalami akulturasi dengan budaya lokal (adat).
Ketiga: kemunculan lembaga pendidikan islam dalam sebuah komunitas  tidak mengalami ruang hampa, akan tetapi senantiasa dinamis baik dari fungsi maupun sistem pembelajarannya.
Keempat: kehadiran lembaga pendidikan islam telah memberikan spectrum tersendiri dalam membuka wawasan dan dinamika intelektual islam.
A.      Sejarah Awal Pertumbuhan Surau
Kata-kata surau dalam pengertian etimologi berasal dari Bahasa Sanskerta yang berasal dari kata-kata “Suro”, diartikan sebagai “tempat penyembahan”. Berdasarkan pengertian asalnya ini dapat disimpulkan bahwa pengertian surau pada awalnya adalah: “Bangunan kecil tempat untuk penyembahan arwah nenek moyang”. Hal ini mencerminkan suatu kondisi bahwa pada awalnya masyarakat minangkabau memiliki kepercayaan terhadap arwah nenek moyang. Di  samping itu pengaruh Hindu dan Budha juga pernah memasuki minangkabau.
Fungsi surau berdasarkan pengertian di atas berjalan cukup lama, bahkan diperkirakan sampai islam masuk ke daerah ini. 8 Masa perkembangan berikutnya, yaitu ketika surau di minangkabau memasuki tahap Islamisasi.
Terminologi surau kemudian mengalami perluasan makna menjadi salah satu tempat peribadatan bagi umat islam sekaligus menjadi salah satu institusi pendidikan Agama islam bagi masyarakat Minangkabau. Aktivitas ibadah dan pendidikan islam muncul di surau untuk pertama kalinya ketika Syekh Burhanuddin mengajarkan dan mengembangkan Islam di Surau Ulakan Pariaman.
Dalam struktur masyarakat minangkabau yang menganut  system matrilineal telah mengkristal  adat bahwa laki-laki yang telah baligh pada malam hari hidup terpisah dari rumahnya. Oleh karena itu, sebelum islam masuk ke minangkabau, telah ada semacam surau yang di pergunakan sebagai tempat berkumpulnya laki-laki lajang yang sudah baligh.
Tatkala islam masuk, kehadiran surau pertama kali diperkenalkan oleh syekh Burhanuddin sebagai tempat melaksanakan shalat dan pendidikan tharekat (suluk), dengan cepat bias tersosialisasi secara baik dalam kehidupan masyarakat minangkabau. Posisi surau kemudian mengalami perkembangan.Selain fungsinya diatas, surau juga menjadi tempat berkumpulnya anak laki-laki yang telah baligh dan persinggahan bagi para perantau.
Dalam perkembangannya eksistensi surau merupakan lembaga yang sangat strategis  bagi penyiaran agama islam. Bahkan banyak informasi yang diperoleh para pemuda minangkabau melalui interaksi mereka dengan para perantau yang singgah di surau. Disini terlihat bagaimana sesunggauhnya  surau era awal, telah berperan multi fungsional. Baik dalam wacana keilmuan maupun keagamaan.

B.            Surau sebagai lembaga pendidikan islam di minangkabau
Munculnya surau yang pertama di minangkabau adalah di ulakan pariaman oleh syekh Burhanuddin, merupakan meminjam istilah Martin Van Bruinessen ” tradisi agung“ lembaga keagamaan Indonesia. Pada masa ini eksistensi surau disamping tempat sholat digunakan syekh Burhanuddin sebagai tempat mengajarkan ajaran islam, khususnya tharekat (suluk).
Eksistensi surau ulakan sebagai lembaga pendidikan islam masa awal, telah banyak berperan dalam penyiaran agama islam. Lembaga ini telah memberikan andil bagi lahirnya sosok ulama minangkabau era selanjutnya.Mereka kemudian ada yang menuntut ilmu di mekkah untuk beberapa waktu lamanya. Setelah kembali, mereka juga ikut mendirikan surau-surau ditempat asal mereka sebagai sarana pengembangan ajaran islam dan praktik tharekat. Diantara ulama besar minangkabau yang pernah belajar di surau ulakan adalah tuanku mansiang nan tuo yang mendirikan surau paninjauan dan tuanku nan kacik yang mendirikan surau di koto gedang. Kemudian ulama minangkabau ini melalaui surau-surau yang didirikannya, menyebarkan ajaran islam yang menghasilkan ulama-ulama islam minangkabau yang baru, seperti tuanku nan tuo di koto tuo. Dari sini kemudian surau berkembang dengan pesat diwilayah minangkabau.
C.           System pendidikan surau
Sebagai lembagai pendidikan islam tradisional, surau menggunakan system pendidikan halaqoh. Materi pendidikan yang diajarkan pada awalnya masih diseputar belajar huruf hijaiyah dan membaca al-quran, disamping ilmu-ilmu keislaman lainnya, seperti keimanan, akhlak, dan ibadah. Pada umumnya pendidikan ini hanya dilaksanakan pada malam hari secara bertahap.

D.           Sekilas Tokoh Syekh BURHANUDDIN
Syekh Burhanuddin dilahirkan di Sintuk Pariaman pada tahun 1066 H = (1646 M) dan wafat 1111 H (1691 M). Menurut riwayatnya, Syekh Burhanuddin belajar ilmu agama di Aceh (Kotaraja) pada Syekh Abdur-Rauf bin Ali berasal dari Singkil. Beliau belajar dengan rajin, sehingga menjadi seorang ulama besar.Kemudian beliau kembali pulang ke Pariaman menyiarkan ilmu agama Islam.Mula-mula di kampung tempat lahirnya di Sintuk, kemudian pindah ke Ulakan.Di Ulakan beliau mengajarkan ilmu agama Islam dan membuka madrasah (surau) tempat pendidikan dan pengajaran Islam.
Di sinilah barangkali surau pertama yang mula-mula didirikan di Minangkabau. Di samping mendidik dan mengajar orang banyak, beliau mendidik bebrapa orang pemuda yang akan menggantikanya bila ia pulang ke rahmatullah
Beberapa tahun lamanya beliau menunaikan tugasnya memberikan pendidikan dan pengajaran Islam, maka pada tahun 1111 H = (1691 M) beliau meninggal dunia dalam usia kurang lebih 45 tahun. Dan dikuburkan di Ulakan, tempat beliau mengajar itu. Kemudian berturut-turut digantikan oleh murid-muridnya yang meninggal pula di sana ada yang di kuburkan dekat kuburan gurunya.


KESIMPULAN
Dalam sejarah pendidikan islam di minangkabau, kehadiran surau dengan cepat mampu tersosialisasikan dalam tatanan kemasyarakatan. Hal ini disebabkan karena adat matrilineal yang dianut oleh masyarakat minangkabau telah ikut mengafektifkan fungsi surau sebagai tempat penyiaran agama islam. Keberadaan surau sebagai lembaga pendidikan agama dan tharekat, telah memberikan andil yang sangat besar bagi penyebaran islam di seluruh pelosok negeri. Meskipun dalam bentuk system pendidikan yang sangat sederhana, akan tetapi cukup sistematis dan efektif, baik dalam penyebaran agama islam maupun dalam memebentuk kepribadian umat sesuai dengan ajaran islam.
Terlepas dari berbagai kelemahannya, eksistensi surau telah mampu menghasilkan sejumlah ulama minangkabau yang memiliki komitmen terhadap islam dan menumbuhkan rasa nasionalisme umat islam. Hal ini bisa terlihat dari sikap keras mereka baik terhadap kaum adat yang mempraktikan islam sinkretis maupun terhadap intervensi colonial belanda. Melalui instistusi surau, para ulama menyusun berbagai strategi, baik dalam memecahkan persoalan umat, menata kehidupan bermasyarakat, maupun melepaskan diri dari cengkraman kaum penjajah.


DAFTAR PUSTAKA
Yunus, Mahmud, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta : Mutiara Sumber Widya, 1962.
Nizar, Syamsul, Sejarah dan Pergolakan Pemikiran Pendidikan Islam, Ciputat : Quantum Teaching, 2005.
Nizar, Syamsul, Memperbincangkan Dinamika Intelektual dan Pemikiran Hamka Tentang Islam, Jakarta : Kencana, 2008.
Burhanuddin, Jajat, Dina, Afrianty, Mencetak Muslim Modern Peta Pendidikan Islam Indonesia, Jakarta : Rajawali, 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar